Langsung ke konten utama

Media hiburan eksploitasi kemiskinan




Hari-hari kita selama dan pasca bulan ramadhan beberapa tahun lalu diselingi dengan banyaknya acara hiburan di layar kaca. Acara hiburan yang diproduksi layaknya barang pada pabrik itu sukses mengalihkan waktu kita untuk berdiam diri menikmati suguhan tersebut. Melihat media hari ini, kita harusnya menyadari satu hal. Adanya trend genre acara hiburan yang menurutku sudah berkembang lama dalam industri ini, yaitu mengeksploitasi kemiskinan.


Bukan, ini bukan berbicara eksploitasi pekerja dalam relasi produksi pada media tersebut. Tetapi, ini berbicara acara hiburan di media kita yang mengumbar kemiskinan rakyat sebagai strategi menarik minat penonton layarkaca untuk menonton acara tersebut. Acara hiburan yang menampilkan "rakyat miskin" layaknya objek tontonan masyarakat. Diumbar kehidupannya, dari kesusahan hidup sampai aib keluarga. Siapa yang memiliki kesusahan dan aib "terbaik" akan terus diekspos sampai membuat malu mereka. 


Kemudian mereka dipaksa mengikuti "kompetisi" yang disetting pembuat acara untuk memeriahkan tontonan. Dipaksa melakukan sesuatu yang tidak sesuai kapasitas mereka. Yang menang akan mendapat "reward", yang kalah akan terus dipaksa berkompetisi sampai dia berhasil menang. Macam gladiator dalam arena yang ditonton para borjuis, siap mengorbankan diri demi terus terjaganya hidup mereka.


Nasehat-nasehat kosong dimuntahkan oleh pembawa acara dan juri pada acara tersebut. Apa guna nasehat kosong tersebut jika yang memberikannya adalah publik figur yang bergelimangan harta atau mantan kapitalis pemerintahan yang pernah memimpin kesengsaraan salah satu provinsi miskin di Indonesia? Jangankan melahap, melihatnya saja kita harusnya jijik!


Ini adalah gambaran nyata bagaimana kejamnya industri hiburan Indonesia. Tak berlebihan bahwa kita menyebut ini adalah penghinaan terbesar pada harga diri manusia di masa yang tidak mengenal lagi "perbudakan langsung". Kita ketahui bahwa "reward" apapun yang diberikan oleh media tersebut tidak akan merubah sisi kehidupan "rakyat miskin" itu! Mereka akan tetap miskin karena itulah hakekat yang dijaga oleh industri hiburan ini.


Acara hiburan tersebut adalah tulang punggung industri hiburan untuk hidup! Banyaknya sponsor dan iklan komersil yang ditampilkan pada acara "prime time" tersebut menjadi gambaran gilanya keuntungan yang didapatkan oleh media tersebut. Bisa ratusan juta sampai miliyaran rupiah pundi-pundi profit bersih media tersebut dari kesuksesan memperbudak "rakyat miskin"! Namun, berapakah harga yang layak untuk merendahkan harkat dan martabat manusia?


Kejam, memang kejam dan layak kita kecam! Tak ada niatan dari media hiburan itu untuk memperbaiki kehidupan mereka. Yang dibutuhkan "rakyat miskin" itu bukan sekedar segepok uang yang mungkin bisa habis dalam waktu satu, dua, bahkan tiga jam untuk membayar hutang ataupun kebutuhan mereka. Yang mereka butuhkan adalah jaminan hidup mereka yang layak tanpa harus mempermalukan aib mereka di khalayak publik!


Negara membiarkan hal tersebut karena mereka adalah penjaga utama gerbang kemiskinan. "Jaminan sosial soal nanti lah, asalkan investasi dalam negeri jalan dengan tersedianya tenaga kerja murah. Kalaupun tidak bisa dipekerjakan, kemiskinan mereka akan kupakai untuk merebut simpati dalam media hiburan kita..." pikir mereka merancang ketertindasan rakyatnya. Pengusaha media tidak akan mau tahu karena profitlah yang mereka incar. Apa mau dikata, selagi masih banyak yang menikmati maka hal tersebut akan tetap berjalan.


Hingga alam bawa sadarku bersama kawan-kawan tak lagi kuat melihatnya. Kecamlah! Semua harus berani mengecamnya! Sudah cukup berdiam diri karena kekejaman tidak hanya lahir dari pabrik-pabrik, tetapi juga dari tempat yang pernah memberi kita canda tawa semu! Yap kawan, di sana ada eksploitasi!


-Stuppa-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pengalaman Mengajarkan Kalau Kita Tidak Pernah Belajar"

Manusia hidup dalam satu garis lurus kehidupan. Garis itu tidak pernah benar-benar lurus sampai kita menemukan rute yang kita inginkan. Entah itu bernasib mujur ataupun sangat menyakitkan, tugas kita hanya memilih yang paling memungkinkan untuk menang. Malangnya manusia yang belum menemukan mesin waktu. Tidak bisa membaca masa depan, sehingga hanya bisa berspekulasi akan peluang keberhasilan pilihan. Begitupun tidak bisa mundur ke masa lalu, karena hanya membuang waktu merubah yang terlanjur sudah tergariskan. Dalam suatu masa, seorang kawan absurdku pernah dengan percaya diri menggunakan ilmunya membaca garis tangan. Dari sejuta harap akan masa depan yang baik, nyatanya tidak benar-benar membantu kita mengambil keputusan yang benar. Hanya bunyi peringatan supaya jangan menjadi keledai yang jatuh terus ke lubang yang sama. Kata orang bijak, pengalaman adalah guru yang paling terbaik di kehidupan. Nyatanya, guru terbaik itu hanya memberikan satu jawaban mutlak. "Manusia itu terlanj...

Aku milik dunia: Siapa aku yang bisa berada?

~So little time, try to understand that I'm Trying to make a move just to stay in the game, i try to stay awake and remember my name But Everybody's Changing, and I don't feel the same~  Keane - Everybody's Changing ... Aku terbaring dalam keadaan penuh amarah, sedih, dan segala bentuk emosi negatif. Dipaksakan cepat raga ini untuk bangkit sekadar memperhatikan sebuah kebenaran. Kebenaran di depan sebuah kaca yang aku ratapi dalam setiap lekuk rupanya. "Kamu tidak memiliki siapapun atau apapun di dunia. Bahkan rupa yang kamu lihat di depan inipun bukan milikmu." ujarnya membentak. Lantas, aku ini bagaimana? Tidakkah satu molekul ataupun sel dapat rupanya aku klaim sebagai kepemilikanku? Ternyata tidak, aku hanya bernafsu untuk diakui ada dan mengadakan. Aku terlalu banyak berharap di dunia yang terlanjur paradox ini. Semakin lama masa bergerak, kamu mulai terasa asing. Berlari ke sana ke mari, menopangkan jiwa pada nasib yang tidak pernah konsisten memutusk...