Pelajar adalah bagian orang muda yang punya gairah berlebih. Gairah untuk mencari jati diri, berkembang, dan, selalu belajar. Gairah untuk belajar itulah yang bisa membentuk karakter orang muda yang kritis.
Dengan belajar, semakin banyak kami tahu akan kebodohan yang diciptakan otoritas. Dengan belajar, terbukalah mata kami akan pembiaran kekuasaan terhadap perut-perut yang lapar. Dengan belajar, terasahlah semangat juang kami melihat dunia tidak seperti yang diajarkan di bangku-bangku kelas.
Pelajar menumbuhkan kesadaran kritisnya melihat keadaan sosial. Pelajar menemukan keberpihakannya dan tahu harus kembali pada akhirnya. Di usia yang semuda itu, gairahnya secara biologis menuntunnya untuk melawan! Dia takkan mau membohongi keadaan alamiahnya untuk berbaur, belajar dan berjuang bersama rakyat. Sejarah dunia tidak bisa berbohong, bahwa kaum pelajar adalah bagian perlawanan dan perubahan dunia.
Tetapi, tak semudah itu menumbuhkan kesadarannya. Pelajar berusaha lepas terhadap pendidikan otoritas yang menuntunnya kepada candu. Pendidikan yang tak mengenal si murid bisa lebih pintar dibanding si pengajar. Pendidikan yang berisikan "si maha benar" itu memaksamu untuk mengangguk pada ajarannya. Tak ada kesempatan untuk membebaskan diri!
Yap, memang tidak semua dalam pendidikan adalah "si maha benar". Ada juga "sang pengajar kritis" yang mau menciptakan ruang kritis bagi muridnya. Tetapi, semua kan terkikis bila otoritas menghanyutkannya. Tak ada ruang bila pelajar tidak mengusahakannya.
Pelajar kan digiring untuk mencapai targetan kekuasaan, semua pelajar harus punya cita-cita sukses. Suksesnya seperti apa? Semuanya absurd sampai tolak ukurnya menjadi mempunyai banyak uang! Bagaimana semuanya bisa banyak uang? Tak terjawab, yang penting ciptakanlah cita-cita yang membawamu akan kesuksesan!
Sungguh menggelikan? Iya, itulah jawaban pelajar. Ketika perjuangan pelajar dianggap mengganggu otoritas maka tak ada langkah lain selain membentuk paradigma! Yah seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, semuanya digiring untuk mencapai kesuksesan. Tak peduli seberapa paham kalian akan keadaan sosial, tak peduli seberapa kritis daya nalar kalian, tak peduli seberapa jitu strategi yang dibuat, semuanya kembali..."sukseslah dahulu maka kau bebas untuk berjuang!"
Tak jauh beda dengan keluarga pun mendorong hal yang sama. Bahkan lebih tajam, "tak perlu sok-sok berjuang kalau belum bisa buat bahagia keluarga. Tutup omong kosong ini dan sukseslah!" Yah begitulah realita yang ada, hambatan dan ancaman terhadap daya melawan kita akan terus diuji.
Ingat, pelajarkan menemukan jalannya untuk berjuang. Semangat bergeloranya memupuk daya analisa dan berjuangnya! Nalar memberontak adalah karunia abadi yang mengharuskan pelajar turut serta dalam perubahan dunia. Mengingat kata-kata Datuk Tan Malaka, "Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan massa rakyat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana maka lebih baik pendidikan itu tidak di berikan sama sekali."
Yang mungkin bisa kita katakan, "berjuang tak nunggu sukses, Pak"
-Stuppa-

Komentar
Posting Komentar