Papua, salah satu kenyataan objektif yang memilukan umat manusia. Satu kata, "Papua", memunculkan banyak arti keperihan yang teramat sangat! Disiksa, dihina, dirampas, diacuhkan, ditelanjangi, dipermainkan, dan ribuan kata yang bisa menggambarkan panorama ketertindasan mereka. Aku bukanlah manusia Papua, pula tidak hidup di pulau terujung timur di Indonesia itu. Tetapi tak perlu menipu diri, karena aku sebenarnya tahu tentang Papua. Papua itu menguak cerita bagaimana manusia di dunia tidak mengerti makna "kemanusiaan"!
Di kolom berita, aku membaca bagaimana rezim yang membanggakan diri bisa membangun Papua. Jalan Tol Trans Papua, harga BBM yang disubsidi, kebutuhan pokok yang disupport cukup, pembangunan peradaban yang maju di kota, sampai otonomi khusus yang amat dibanggakan itu. Layakkah kebanggaan itu diberitakan setelah 58 tahun mereka "dipaksa" menjadi bangsa Indonesia melalui "Perjanjian New York 1962" dan hidup dalam penjajahan? Ya, penjajahan oleh bangsa Indonesia yang mengaku dalam slogannya "kita satu bangsa".
Nyatanya aku tak senang dengan informasi itu. Yang aku tahu mereka masih menerima ketertindasan, persetanlah dengan media mainstream yang memunculkan wacana perubahan semu itu.
Masih ada puluhan ribu pasukan militer, organik maupun non-organik, yang mendiami Papua. Setiap tahun terus bertambah menyiratkan ketakutan tersembunyi dari kekuasaan. Ketakutan yang harusnya milik kekuasaan tersebut malah menyeruak kepada massa rakyat Papua. Kekerasan fisik, penembakan, dan penculikan diterima Papua. Mimbar perlawanan dan aksi massa dibubarkan paksa oleh negara dalam paranoidnya melihat semua orang Papua macam teroris!
Papua miskin di tengah timbunan harta dalam tanahnya. Orang-orang muda memiliki partisipasi pendidikan yang rendah! Sulitnya akses kesehatan bagi massa rakyat pedalaman! Kerusakan sumber pangan karena perampasan lahan adat untuk produksi perkebunan sawit dan tambang! Korupsi APBD oleh para pemerintah kaki tangan Imperialis! Sudah cukupkah?
Belum, kita harus sepakat terhadap sesuatu! Freeport sebagai simbol kapitalisme global yang mengeksploitasi harta tambang Papua iyalah sumber masalahnya! Tak dibiarkan sejengkal pun massa rakyat Papua menikmati kekayaan di tanahnya sendiri. Yang ada hanyalah ketakutan akan hari esok yang penuh terjangan sepatu besi militer ataupun selongsong timah panas yang mengintip luka di jantung mereka!
Kekuasaan negara ini tunduk dan takut akan bargain Imperialis. Mau mencium kaki kunyuk itu dan bangganya menyiratkan, "akulah sang komprador"!
Akhirnya aku malu untuk menyebut diriku adalah bangsamu. Bangsaku yang selama ini tak punya malu mengaku-aku itu haruslah enyah dari 'bumi kekayaanmu'! Tapi sisi lainku tak rela melepas kepergianmu. Kita menghadapi musuh yang sama dalam kondisi yang berbeda.
Kuserahkan pilihan kepadamu, saudaraku...
Terbang indah Cendrawasih dalam kebebasan menuju "surgamu"?
Atau
Berangkulan tangan kuat Cendrawasih dan Garuda dalam menghancurkan "neraka dunia"!
Salam Pembebasan Nasional
-Stuppa-

Komentar
Posting Komentar