Langsung ke konten utama

Lembaran dari Senyum Terpahit: Lewat Tolstoy, Aku Menangis


Halo kawan-kawan. Kenalkan aku Blackhole, seorang manusia yang lagi terperosok ke dalam dimensi antah berantah. Please, jangan tanyakan alasan kondisi aku yang lagi begini, terlalu rumit untuk diceritakan sampai kalau ditulis pasti butuh energi yang besar juga. Terus kalau salah-salah kata, malah bikin tulisan ini tidak pernah jadi. Tapi, ini pasti jadi kok, soalnya kepalaku langsung dipentung bolpoin di sampingku hehehe.

Tahu ga, sekarang aku lagi garuk-garuk kepala loh. Ayo dong tanya kenapa, hihihi. Jadi gini, aku lagi kesulitan nemu kalimat sastrawan yang bisa kukutip. Loh buat apaan? Buat disambungin sama tulisan ini hahaha. Tapi tenang, sekarang dah nemu kok. Eh kok bisa? Bisa dong, mulanya begini. Aku baru nemu kawan baru, seorang seniman lulusan IKJ yang suka ngasih aku pembendaharaan musik yang aduhai. Memori aku mengingat dengan jelas ketika dia ngajak ngobrol soal karya sastra. Satu nama yang langsung keluar dari mulutnya tentu Pramoedya Ananta Toer. Wkwkwk, eits tapi tunggu dulu, bukan itu plot utamanya. Namun, dia menyenggol nama Leo Tolstoy.

Aduh siapa tuh? Ada lah, kalian pada kok kepo banget sih? Eitsss, canda kawan-kawan hihihi. Aku sedikit ceritain ya. Jadi dia ini seorang penulis terkenal dari Rusia. Wow, negara komunis itu ya? Enggak dong, ini lagi bicarain penulis yang hidupnya dihabiskan pada masa monarki Rusia, belum mulai tuh komunis-komunisan di sana. Tokoh ini sangat karismatik, coba tengok fotonya di google. Beeeh...kayak komuk mahasiswa abadi di kampus kalian kan? Wkwkwk enggak ding, canda kok kawan.

Dia ini dikenal sebagai penulis kritis yang amat mencintai kedamaian. Kalau anak-anak intelek era sekarang nyebutnya sih pasifis. Ga suka perang, anti kekerasan, ya pasti keinginan utamanya adalah dunia tanpa konflik yang mengorbankan nyawa manusia. Selain itu, ia juga terkenal sebagai seorang Kristen yang taat. Jadi nyambung kan kenapa dia sangat suka kedamaian? Orangnya lumayan agamis.

Terus dia juga sangat membenci soal kepemilikan pribadi dan institusi kekuasaan (terutama negara). Dari sini sih mulai kebaca kalau dia seorang pemikir anarkis. Tapi tunggu dulu, dia tidak seperti anarkis pada umumnya yang menggunakan metode pemberontakan dalam perjuangan menghancurkan institusi negara. Tolstoy masih beranggapan semua perlawanan terhadap kekuasaan itu bisa dilakukan dengan tanpa kekerasan, jadilah cabang baru pemikiran anarkis, yaitu Anarkis Kristennya dia.

Udah ya capek ngomongin pribadi Tolstoy mulu, yuk melipir kepada kutipan tulisannya yang menarik. "Only the people who are capable to love immensely can, also, feel immense pain: but that same need of love serves them as the cure against pain and it heals them. Because of that, mental nature is stronger than physical nature. Pain never kills." Tulisan ini bisa kawan-kawan temukan di novel pertamanya yang berjudul Childhood di tahun 1852, yang hadir bersamaan dengan 'Boyhood' dan 'Youth' dalam bentuk trilogi novel.

Yuks lanjut, tapi dimulai dari mana ya wkwkwk. Ehmmm gini aja, aku mau nanya dong sama kawan-kawan, pernah ga sih kalian mencintai sesuatu dengan sangat hebatnya sampai akhirnya kalian mendapatkan rasa sakit (ya entah kehilangan, rasa bersalah, pengkhianatan, atau kegagalan penerimaan)? Mencintai apa aja, kayak mencintai orangtua, hewan peliharaan, kekasih hati, atau (mungkin) Tuhan?

Aku belum bulat untuk mengatakan ini, tapi sekuat apapun bentuk cinta kita kepada sesuatu, rasa sakit akan kita temui, cepat ataupun lambat. Rasa sakit ini kalau dilihat berdasarkan pengalaman kita sih, bisa diawali dari harapan yang dipupuk terlalu tinggi, kepercayaan diri tidak akan kehilangan, atau yang terburuk ialah gagal memahami gimana cara bekerjanya cinta dari sesuatu yang kita cintai tersebut.

Pernah ga? Kalau belum pernah, aku berharap semoga kalian akan menemukan cinta di hidup kalian masing-masing dan dijauhkan dari rasa sakit yang mungkin akan beriringan dengan hadirnya cinta itu. Aminin ga? Aminin dong hihihi.

Aku sendiri pernah menemukan cinta itu dan akhirnya menemukan rasa sakit. Rasanya gimana ya? Kayak udah terbang tinggi ke angkasa terus dijatuhin ke ujung bumi paling dalam. Duh lebay dah aku nih ya, mana pernah aku terbang terus jatuh ke bumi wkwkwk. Tapi ini aku cuma pengandaian aja kok, soal gimana perihnya yang tidak terbayangkan itu. Sakit banget sampai ngenalin diri sendiri pun sulit.

Balik lagi ke Tolstoy, yuks. Dia coba menguraikan kalau di dalam cinta yang akan menemukan rasa sakit, seseorang di saat bersamaan harus disembuhkan dari pedihnya luka dari cinta itu. Dengan apa tuh? Dengan cinta lagi katanya Pakde Tolstoy wuakakakak. Lah gimana pakde ini, udah kita mencintai, terus dapetin sakit, masa mau nerima cinta yang lain lagi? Nanti sakit lagi dong, gitu terus sampai debat siapa yang terbaik di antara Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo kelar.

Wuakakakak btw ini intermezzo aja ya, penggemar sepakbola yang debat siapa yang terbaik di antara dua pemain sepakbola itu pun karena mereka mempunyai keyakinan cinta kepada idolanya itu kan? Kalau salah satu idolanya kalah, pasti ada rasa sakit (atau bisa disebut kecewa) yang diterima penggemarnya. Makanya debat mereka ga akan kelar, demi memperjuangkan idolanya layak untuk dicintai.

Lanjut lagi, aku sendiri masih ga gitu ngerti soal konsep cinta dan sakit ini secara pasti, karena belum ada kebenaran soal konsep ini yang mutlak. Ini bukan bicara ilmu eksakta yang memiliki jawaban pasti dari permasalahan dunianya. Tapi, ini membicarakan khusus permasalahan sosial manusia, yang lahir dari perasaan yang mempengaruhi psikologis masing-masing individu.

Selalu ada keadaan-keadaan unik yang memunculkan begitu banyak pemikiran soal cinta dan mencintai. Kayak debat perlu ga sih seseorang yang mencintai kekasihnya harus mewujudkan cintanya dalam sebuah status, terutama status pernikahan? Atau debat lain, seperti penting ga sih cinta kita itu dibalas oleh orang yang kita cintai? Ada pro, ada kontra. Debat-debat begini bahkan masuk dalam kajian para filsuf dunia, dari era kuno sampai masa kontemporer. Semuanya mengutarakan pandangan hasil pengamatan dari perjalanan hidupnya sendiri maupun sekitarnya.

Saat Tolstoy mengatakan pemikirannya soal "orang-orang yang mencintai dengan luar biasa juga dapat merasakan sakit yang luar biasa", dia mencoba menjelaskan suatu permasalahan sekaligus jawabannya. Coba kita berfokus pada kutipan dia yang selanjutnya, "sifat dari perasaan lebih kuat dari fisik, perasaan sakit itu tidak akan membunuh". Perasaan sakit itu akan merenggut dirimu secara mental, namun kamu seharusnya tahu cara satu-satunya untuk menyembuhkan perasaan yang sakit adalah saat kamu kembali mencintai.

Tidak ada satupun obat fisik yang dapat menyembuhkan permasalahan sakit hatimu itu selain dirimu yang menemukan alasan untuk mencintai kembali. Cinta, di saat bersamaan datang sebagai obat yang membalikkan semua keadaan 180° kembali seperti saat kamu mencintai dengan luar biasa.

Memang, saat apa yang kita cintai sudah lenyap, mungkin hal itu tidak akan pernah kembali. Bahkan kalaupun apa yang kita cintai itu kembali, dia tidak utuh dan sama seperti saat kita awal mencintainya dengan luar biasa. Namun, cinta tetaplah cinta. Saat kita memilihnya dengan keyakinan yang penuh, cinta yang diberikan secara luar biasa adalah bentuk keindahan hidup yang tidak terbayangkan mahalnya.

Dari sakit luar biasa, kita seharusnya pun banyak belajar. Dunia ini tidak memberikan kepastian sama sekali, maka saat terjatuh adalah masa-masa mencari kehidupan. Semuanya tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan, namun bukan berarti kita tidak dapat memperjuangkan yang kita cintai. Yang kita dapatkan dalam bentuk tersulit pun bukanlah sesuatu yang seharusnya kita kutuk. Banyak yang memilih untuk merundunginya, bahkan dengan paling ekstrim yaitu bunuh diri. Aku pun pernah di dalam fase itu, bahkan saat ini pun masih begitu. Aku cuma berpikir saat ini soal penyesalan dengan sejuta kebodohan yang aku perbuat sehingga cinta mereka menghilang. Soal ini, semoga aku kembali mencintai, cuma itu yang aku tahu untuk menyembuhkannya.

Cinta dengan luar biasa haruslah didampingi dengan penerimaan, siap saling berbagi dan memupuk semuanya dengan dewasa. Saat salah satu pihak gagal memberikannya, sudah barang tentu akan muncul penolakan. Lewat Tolstoy, aku langsung menangis. Jangan menunggu dia lenyap dari kehidupanmu sehingga kamu harus menerimakan sakit yang merusak hidup. Saat kamu menemukan cinta yang baru, rasa sakit itu dapat sembuh, namun bekasnya akan terus bersamamu sampai akhir masa di dunia ini.

"Jadi aku memohon dengan sangat pada kawan-kawan. Berikanlah semuanya pada cinta yang setulus mungkin. Saat semua tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu, ingatlah selalu ada cinta lain yang menunggumu memberikan hal yang luar biasa. Jangan menyia-nyiakan hal luar biasa pada cinta yang salah atau cinta yang tidak akan kembali."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pengalaman Mengajarkan Kalau Kita Tidak Pernah Belajar"

Manusia hidup dalam satu garis lurus kehidupan. Garis itu tidak pernah benar-benar lurus sampai kita menemukan rute yang kita inginkan. Entah itu bernasib mujur ataupun sangat menyakitkan, tugas kita hanya memilih yang paling memungkinkan untuk menang. Malangnya manusia yang belum menemukan mesin waktu. Tidak bisa membaca masa depan, sehingga hanya bisa berspekulasi akan peluang keberhasilan pilihan. Begitupun tidak bisa mundur ke masa lalu, karena hanya membuang waktu merubah yang terlanjur sudah tergariskan. Dalam suatu masa, seorang kawan absurdku pernah dengan percaya diri menggunakan ilmunya membaca garis tangan. Dari sejuta harap akan masa depan yang baik, nyatanya tidak benar-benar membantu kita mengambil keputusan yang benar. Hanya bunyi peringatan supaya jangan menjadi keledai yang jatuh terus ke lubang yang sama. Kata orang bijak, pengalaman adalah guru yang paling terbaik di kehidupan. Nyatanya, guru terbaik itu hanya memberikan satu jawaban mutlak. "Manusia itu terlanj...

Media hiburan eksploitasi kemiskinan

Hari-hari kita selama dan pasca bulan ramadhan beberapa tahun lalu diselingi dengan banyaknya acara hiburan di layar kaca. Acara hiburan yang diproduksi layaknya barang pada pabrik itu sukses mengalihkan waktu kita untuk berdiam diri menikmati suguhan tersebut. Melihat media hari ini, kita harusnya menyadari satu hal. Adanya trend genre acara hiburan yang menurutku sudah berkembang lama dalam industri ini, yaitu mengeksploitasi kemiskinan. Bukan, ini bukan berbicara eksploitasi pekerja dalam relasi produksi pada media tersebut. Tetapi, ini berbicara acara hiburan di media kita yang mengumbar kemiskinan rakyat sebagai strategi menarik minat penonton layarkaca untuk menonton acara tersebut. Acara hiburan yang menampilkan "rakyat miskin" layaknya objek tontonan masyarakat. Diumbar kehidupannya, dari kesusahan hidup sampai aib keluarga. Siapa yang memiliki kesusahan dan aib "terbaik" akan terus diekspos sampai membuat malu mereka.  Kemudian mereka dipaksa mengikuti ...

Aku milik dunia: Siapa aku yang bisa berada?

~So little time, try to understand that I'm Trying to make a move just to stay in the game, i try to stay awake and remember my name But Everybody's Changing, and I don't feel the same~  Keane - Everybody's Changing ... Aku terbaring dalam keadaan penuh amarah, sedih, dan segala bentuk emosi negatif. Dipaksakan cepat raga ini untuk bangkit sekadar memperhatikan sebuah kebenaran. Kebenaran di depan sebuah kaca yang aku ratapi dalam setiap lekuk rupanya. "Kamu tidak memiliki siapapun atau apapun di dunia. Bahkan rupa yang kamu lihat di depan inipun bukan milikmu." ujarnya membentak. Lantas, aku ini bagaimana? Tidakkah satu molekul ataupun sel dapat rupanya aku klaim sebagai kepemilikanku? Ternyata tidak, aku hanya bernafsu untuk diakui ada dan mengadakan. Aku terlalu banyak berharap di dunia yang terlanjur paradox ini. Semakin lama masa bergerak, kamu mulai terasa asing. Berlari ke sana ke mari, menopangkan jiwa pada nasib yang tidak pernah konsisten memutusk...